On the last month of the year, CIOFF Indonesia was back in collaboration with Galeri Indonesia Kaya. In closing the wonderful year, the last dance workshop was Greget Jawara Dance. The workshop was done on the 2nd week of the month, from 13 - 16 December 2017, and the performance was held on Sunday, 17 December 2017.
Greget Jawara Dance is a Betawi traditional dance by F. The movements were inspired from graceness and toughness of West Javanese women. Greget Jawara dance usually danced by young girls on their way to maturity. The name of the dance consisted of two words, Gregetan which means deep desire in a woman, and Jawara which means a Champion or a Warrior.
There were up to 21 people attended the workshop, but at the end, only 16 participants managed to perform on the last day. Just like the previous workshops, the training days are divided into two sessions every day, the first session on 4:00 - 6:00 PM, and the second session on 7:00 - 9:00 PM.
The training days for the workshop only lasted 4 days, unlike other workshop that usually consisted of 5 training days. Short learning time didn’t make the participants felt insecure, it encourages them to be a fast-learner and they seemed to enjoy the sessions. The dance itself uses an instrument, which was a fan. The usage of instrument added a level of difficulties but fortunately, the participants were easy to work with and they were discipline during the training, which made it easier for the trainer from CIOFF Indonesia to taught them.
After 4 days of trainings, the participants performed on Sunday, 17 December 2017 for the opening of a fashion show event from a local designer. The participants danced beautifully and receiver great appreciation from the audience. The MC mentioned that the workshop participants had only 4 days to train for the performance and the audience were in awe.
Overall, the participants were very happy with the workshop and their performance. Some of them started from zero, and don’t have basic dancing skills, but they manage to pull off a great performance. Big applause for the participants!
CIOFF Indonesia
Djakarta Warehouse Project
Uniting Between Modern & Traditional Arts, CIOFF Indonesia on Djakarta Warehouse Project (DWP) 2017
20.39CIOFF Indonesia
Djakarta Warehouse Project (DWP) is a dance music festival held in Indonesia. It is one of the largest annual dance music festivals in Asia, featuring dance music artists from around the world. And this 2017 edition was held on 15 and 16 December at JIExpo, Kemayoran, North Jakarta. Different from previous year, DWP 2017 is bringing Indonesian vibes to the event. And guess what? CIOFF Indonesia proudly become a part of DWP 2017 by performing traditional dance for two days in a row. Our dancer Raras, Ratu, Yunita, and Ayunda bring Bubuka dance for Day 1 and Ginjring Pary dance for Day 2 while the screen behind them showed a big Indonesian flag. Their performance surely attract the attention and was received a big applause. It was a honor for us to introduce our Indonesian culture. Thank you DWP!
Listed below some media coverage from our perfomance on DWP 2017
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Djakarta Warehouse Project 2017 Successfully Brings Indonesia's Name to International
Festival musik dance Djakarta Warehouse Project (DWP) 2017 sukses digelar selama dua hari pada tanggal 15 & 16 Desember lalu di JIEXPO Kemayoran, Jakarta dengan sentuhan budaya Indonesia yang turut memeriahkan festival musik tahunan tersebut yang sudah digelar sebanyak sembilan kali.
Lima puluh sembilan penampil hadir dari dalam dan luar negeri di edisi Djakarta Warehouse Project kali ini, yang dengan sukses menghibur puluh ribuan penonton baik dari dalam ataupun luar negeri termasuk dari 37 negara yang hadir meramaikan event akbar tahunan ini. Satu momen yang membanggakan, ketika penonton dengan serentak mengangkat bendera negara mereka, bukan hanya dari negara tetangga, bahkan dari negara-negara di benua lain.
DWP tahun ini terasa lebih unik dengan kehadiran dua tarian tradisional di panggung utama Garuda Land yang ditampilkan oleh penari dari CIOFF Indonesia pada momen Bhinneka Tunggal Ika di tiap malamnya. Dua tarian tersebut adalah tari Ginjring dan tari Bubuka. Penonton Djakarta Warehouse Project 2017 yang berasal dari berbagai belahan dunia pun bertepuk-tangan terpukau akan indahnya tarian-tarian tersebut, dilengkapi dengan visual bendera merah putih di LED panggung sepanjang tarian berlangsung.
Lima puluh sembilan penampil hadir dari dalam dan luar negeri di edisi Djakarta Warehouse Project kali ini, yang dengan sukses menghibur puluh ribuan penonton baik dari dalam ataupun luar negeri termasuk dari 37 negara yang hadir meramaikan event akbar tahunan ini. Satu momen yang membanggakan, ketika penonton dengan serentak mengangkat bendera negara mereka, bukan hanya dari negara tetangga, bahkan dari negara-negara di benua lain.
DWP tahun ini terasa lebih unik dengan kehadiran dua tarian tradisional di panggung utama Garuda Land yang ditampilkan oleh penari dari CIOFF Indonesia pada momen Bhinneka Tunggal Ika di tiap malamnya. Dua tarian tersebut adalah tari Ginjring dan tari Bubuka. Penonton Djakarta Warehouse Project 2017 yang berasal dari berbagai belahan dunia pun bertepuk-tangan terpukau akan indahnya tarian-tarian tersebut, dilengkapi dengan visual bendera merah putih di LED panggung sepanjang tarian berlangsung.
Tonton Highlight DWP17 hari pertama disini:
Tonton Highlight DWP17 hari kedua disini:
Panggung spesial Elrow yang diselenggarakan di hari kedua DWP 2017 juga
mendapatkan sentuhan kebudayaan lokal. Elrow yang dikenal dengan konsep,
produksi, dan dekorasi yang spektakuler tersebut menghadirkan
Ondel-Ondel ditengah-tengah para penari berkostum mereka yang tampil di
tengah-tengah penonton. Penampilan khas Ondel-Ondel terasa sangat cocok
dengan kemeriahan Elrow dan pengisi acaranya.
Tak hanya itu, kembalinya rapper asal Indonesia, Rich Chigga, ke tanah air juga menjadi sorotan festival ini. Setelah satu tahun lebih ia menjalani tur sold-out Amerika-nya, Rich Chigga kembali ke ibukota bersama dengan nama-nama besar seperti Hardwell dan Bassjackers, yang notabene tampil mengenakan kemeja batik.
Baca Juga: Film The New Mutants Luncurkan Dua Teaser Terbarunya
Tidak hanya mereka, tiga panggung megah di DWP 2017 juga dimeriahkan oleh artis-artis seperti Flume, Marshmello, Tiesto, Robin Schulz, R3hab, Desiigner, Richie Hawtin, Steve Aoki, DVBBS, Galantis, Flosstradamus dan masih banyak lagi. Tak ketinggalan jajaran penampil dalam negeri seperti Devarra, Andre Dunant, w.W, Patricia Schuldtz, dan Stan yang dalam persiapan festival ini hadir dalam pra-acara DWP 2017 yang bertajuk “Road to DWP 2017”, turut memajukan musik dalam negeri di kancah internasional. Road to DWP 2017 diselenggarakan bukan hanya di kota-kota di dalam negeri saja, melainkan kota-kota seperti Melbourne, Tokyo, Taipei, Shanghai, Foshan, Hangzhou dan Beijing.
Ismaya Live selaku penyelenggara DWP 2017 turut mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Gubernur dan Wakil Gubernur beserta Pemprov DKI atas pengarahannya bersama dengan semua pihak yang ikut membantu kelancaran acara mulai dari Suku Dinas Pariwisata & Kebudayaan, Pimpinan Polda Metro Jaya, Jajaran Polres Metro Jakarta Pusat, rekan-rekan media, hingga semua penonton yang hadir. Kesuksesan DWP 2017 tidak akan tercapai tanpa dukungan dan bantuan pihak-pihak sekalian.
Sebagai penyelenggara pula, kami akan terus mendukung juga menuruti kebijakan dan program-program yang dilakukan oleh Pemprov DKI dan akan terus bekerjasama serta berkolaborasi dengan Pemprov DKI untuk melahirkan program yang berskala dunia dengan mengedepankan kreativitas anak muda dan budaya bangsa Indonesia.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Tak hanya itu, kembalinya rapper asal Indonesia, Rich Chigga, ke tanah air juga menjadi sorotan festival ini. Setelah satu tahun lebih ia menjalani tur sold-out Amerika-nya, Rich Chigga kembali ke ibukota bersama dengan nama-nama besar seperti Hardwell dan Bassjackers, yang notabene tampil mengenakan kemeja batik.
Baca Juga: Film The New Mutants Luncurkan Dua Teaser Terbarunya
Tidak hanya mereka, tiga panggung megah di DWP 2017 juga dimeriahkan oleh artis-artis seperti Flume, Marshmello, Tiesto, Robin Schulz, R3hab, Desiigner, Richie Hawtin, Steve Aoki, DVBBS, Galantis, Flosstradamus dan masih banyak lagi. Tak ketinggalan jajaran penampil dalam negeri seperti Devarra, Andre Dunant, w.W, Patricia Schuldtz, dan Stan yang dalam persiapan festival ini hadir dalam pra-acara DWP 2017 yang bertajuk “Road to DWP 2017”, turut memajukan musik dalam negeri di kancah internasional. Road to DWP 2017 diselenggarakan bukan hanya di kota-kota di dalam negeri saja, melainkan kota-kota seperti Melbourne, Tokyo, Taipei, Shanghai, Foshan, Hangzhou dan Beijing.
Ismaya Live selaku penyelenggara DWP 2017 turut mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Gubernur dan Wakil Gubernur beserta Pemprov DKI atas pengarahannya bersama dengan semua pihak yang ikut membantu kelancaran acara mulai dari Suku Dinas Pariwisata & Kebudayaan, Pimpinan Polda Metro Jaya, Jajaran Polres Metro Jakarta Pusat, rekan-rekan media, hingga semua penonton yang hadir. Kesuksesan DWP 2017 tidak akan tercapai tanpa dukungan dan bantuan pihak-pihak sekalian.
Sebagai penyelenggara pula, kami akan terus mendukung juga menuruti kebijakan dan program-program yang dilakukan oleh Pemprov DKI dan akan terus bekerjasama serta berkolaborasi dengan Pemprov DKI untuk melahirkan program yang berskala dunia dengan mengedepankan kreativitas anak muda dan budaya bangsa Indonesia.
DWP 2017: Bhinneka Tunggal Ika Moment Showcase Traditional Dance
TABLOIDBINTANG.COM - Festival musik Djakarta Warehouse Project 2017 atau DWP 2017, digelar di JIEXPO Kemayoran, Jakarta pada 15 dan 16 Desember 2017.
Sejumlah DJ internasional papan atas dipastikan tampil di acara yang diadakan Ismaya Live ini. Meski demikian, DWP 2017 tetap menampilkan kesenian asli Indonesia. Pada hari pertama, Jumat (15/12), Bhinneka Tunggal Ika Moment menampilkan tari tradisional.
Video pertunjukan tari tradisional di hari pertama DWP 2017 ini diunggah akun Instagram DWP 2017.
"Cuplikan dari Bhinneka Tunggal Ika moment malam ini. Penari dari CIOFF menyambut semua penonton di DWP 2017 hari pertama. Kami santai dan kami yakin kalian tak mau melewatkan pertunjukan selanjutnya," tulis akun resmi DWP.
Informasi mengenai pertunjukan tari tradisional di DWP 2017 sempat dipromosikan di akun twitter milik Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI.
Netizen pun takjub melihat pertunjukan tari tradisional di DWP 2017.
"Baru tau di dwp ada jaipong;(," tulis seorang netizen.
DWP 2017 hari pertama menampilkan DJ yang tengah naik daun, Marshmello dan Tiesto.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
A TOUCH OF INDONESIA IN DJAKARTA WAREHOUSE PROJECT 2017
Djakarta Warehouse Project emang udah selesai dari hari Sabtu, (16/12) lalu setelah diadain dari hari Jumat, (15/12). Tapi keriaannya masih kerasa banget sampe sekarang. Banyak banget hal-hal yang berubah dan improved dari gelaran DWP tahun 2016 lalu, dan menurut Gogirl!, DWP 2017 lalu adalah versi terbaik dari semua DWP yang udah diadain dari tahun 2013! Mulai dari perubahan stage utama Garuda Land yang makin gede dan makin keren dan penambahan genre lagu yang belum pernah ada di DWP sebelumnya. We’re gonna take you back to the hypeness of Djakarta Warehouse Project 2017!
PENJAGAAN SUPER KETAT DAN LAGU ETA TERANGKANLAH
Baru hari pertama, performer-nya yang tampil di DWP Day 1 udah keren-keren banget dan bikin kita semua bingung campur excited mau nonton yang mana hehe. Di masing-masing stage punya performer yang keren kayak Garuda Land punya Tiesto, Marshmello, Flume, R3hab dan Robin Schulz. Di Cosmic Station punya Sander Van Doorn dan Vini Vici. Sementara di Neon Jungle punya Slander dan Cesqeaux. Sayang banget, Vini Vici batal tampil di DWP 2017 tahun ini karena alasan kesehatan meskipun agak bete juga karena ngumuminnya di hari pertama DWP dimulai.
DWP tahun ini banyak banget diwarnai sama kontroversi. Salah satu yang terjadi adalah banyaknya massa yang menuntut untuk membatalkan acara DWP tersebut, karena dinilai merupakan acara yang memfasilitasi kegiatan yang katanya bukan kultur Indonesia dan jadi penyebaran miras serta obat-obatan terlarang. Padahal sebenernya DWP lebih dari sekedar acara musik jedak-jeduk yang identik sama hedonisme. Pas Gogirl! masuk aja, lapisan penjagaan dan screening para pengunjung luar biasa banyaknya. Dari mulai pengecekan ID, barang bawaan yang harus dimasukkin ke kantong plastik dan ngelewatin metal detektor, body check, sampe pemberian gelang 21+ baru mengakses liqueur. Pokoknya nggak kalah deh sama pemeriksaan imigrasi bandara! Panita dari Ismaya emang ngejaga banget supaya acara ini berjalan aman dan terkendali, dan pengunjung bisa nimatin musik tanpa harus khawatir sama keselamatannya.
Di hari pertama DWP 2017 ini, ada Bhinneka Tunggal Ika Moment, yang dikhususkan untuk mengenalkan budaya Indonesia kepada penonton serta performer yang berasal dari berbagai macam belahan dunia. Untuk tahun ini, Ismaya LIVE menghadirkan para penari dari CIOFF untuk menarikan salah satu tarian tradisional yang berasal dari Indonesia dengan berkolaborasi dengan DJ asal Bali, Adhe Bechtiar atau yang akrab dikenal sebagai DJ Devarra. Mereka menarikan tarian Bubukan dari Jawa Barat. Respon penonton pun luar biasa dan menurut Gogirl! ini adalah salah satu cara yang keren untuk menunjukkan budaya tradisional Indonesia ke mata dunia lewat pagelaran musik sebesar ini.
Kejutan lain yang masih bertemakan Indonesia datang dari DJ dan produser musik asal Amerika Serikat, Marshmello. Kayaknya Marshmello cinta banget deh sama Indonesia, terbukti dari beberapa kali dia ngebawain hal-hal yang berbau ke-Indonesiaan kayak bikin remix lagu Om Telolet Om waktu heboh zaman Om Telolet Om dan bikin video YouTube Cooking With Marshmello ngebikin nasi goreng ala Indonesia, di DWP tahun ini Marshmello nyelipin remix lagu Eta Terangkanlah sebelum masuk ke dalam lagu Alone andalannya! Selain itu, Marshmello juga tampil ngebawain lagu Wonderwall dari Oasis dan That’s What You Came For milik Calvin Harris dan Rihanna.
Tiesto, ‘The Greatest DJ of All Time’ menutup gelaran Day 1 DWP 2017 dengan penampilannya yang keren banget! Dia pun sempet menyapa seluruh penonton yang datang dan bilang seneng banget bisa balik lagi ke Indonesia, karena dia sering banget dateng ke Indonesia khususnya di acara DWP. Sejumlah lagu-lagu yang hits kayak ‘Secrets’, ‘Chemicals’, ‘Red Lights’ sukses bikin kita semua nyanyi dan joget bareng. Lagu ‘Wasted’ featuring Matthew Koma menjadi lagu penutup yang mengakhiri gelaran DWP Day 1!
PANGGUNG BARU DWP TEMPAT RICH CHIGGA PULANG KAMPUNG
Day 2 DWP lebih heboh lagi! Meskipun tahun ini pengamanannyua ketat banget dan bahkan sampe lima lapis pemeriksaan, hal itu tetep nggak menyurutkan niat partygoers buat dateng dan have fun di DWP 2017. Bisa dibilang Day 2 ini lebih banyak yang dateng dari Day 1 karena di Day 2 ini puncaknya dan ada satu panggung khusus yang disiapin buat genre musik baru yang hadir di DWP 2017 ini. Genre baru yang hadir ini adalah genre Hip Hop yang menampilkan sederet performer dari 88Rising kayak Rich Chigga, Keith Ape dan Joji. Desiigner adalah salah satu performer yang ikut tampil di panggung LIVE ETC. barengan sama line up 88Rising. Pastinya Gogirl! nungguin Rich Chigga yang pulang kampung dong hehe. Malam itu dia tampil lebih awal ngebawain lagu-lagu andalannya kayak Glow Like Dat, Who dat be, dan lagu yang bikin dia famous, Dat Stick. Selain itu, dia tampil duet dengan Keith Ape ngebawain lagu Gospel yang bikin penonton makin excited! Meskipun sebagian besar waktunya dihabiskan di Amerika dan tur di Amerika, Rich Chigga bilang dia tetep excited dan seneng banget buat balik dan manggung di Indonesia.
Hari kedua ini spesial banget karena nggak cuma ada panggung LIVE ETC yang menghadirkan performer Hip Hop, DWP punya special stage, Elrow Stage yang ditunggu-tunggu sama semua orang. Elrow Stage adalah special concept stage yang berasal dari touring concept Barcelona. Untuk DWP 2017 ini, Elrow menghadirkan tema Psychedelic Trip dengan dekorasi yang hampir sama di Tomorrow Land bulan Juli lalu. Kalo di hari pertama kita punya penari yang menarikan tari tradisional asal Jawa Barat, di hari kedua ini ada beberapa ondel-ondel yang hadir bersama performer di Elrow Stage. Dancing ondel-ondel they said, isn’t it cool? Selain ondel-ondel, CIOFF (Council of Organizations of Folklore Festival and Folk Arts) juga tampil kembali membawakan tari tradisional Indonesia, dengan lagu kreasi tradisi Ginjring Party yang berkolaborasi dengan Andre Dunant.
Banyak banget performer keren yang hadir di DWP hari kedua ini kayak Hardwell, Steve Aoki, Galantis, DVBBS, Flosstradamus, Bassjackers, Loco Dice dan Toni Varga. DVBBS sukses mengguncang panggung dengan lagu andalannya, ‘Tsunami’, ‘We Were Young’ dan ‘Pyramid’ dengan hentakan ala future bass dan big room house yang sukses bikin semua penonton goyang. Setelah DVBBS, Galantis, Steve Aoki dan Hardwell tampil berurutan menghibur penonton di Garuda Land stage, dan kita ngedenger beberapa lagu kayak ‘You and I’ nya Galantis, Steve Aoki yang nge-remix lagu Titanic serta ngebawain lagu barunya yang duet sama Louis Tomlinson, ‘Just Hold On’. Sebagai penutup, Hardwell tampil menghibur penonton dengan lagu ‘Arcadia’, ‘Spaceman’ dan tentu aja lagu yang selalu harus banget ada di setiap setlist DJ, ‘Seven Nation Army’ nya The White Stripes. Kejutan dari Hardwell malam itu, dia tampil dengan kemeja batik berwarna cokelat yang sukses bikin Gogirl! ternganga karena kaget!
Overall, DWP 2017 is an amazing experience, even better karena DWP berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya. Banyaknya elemen-elemen ala Indonesia yang ditampilkan dalam DWP tahun ini adalah sebagai bentuk jawaban atas protes masyarakat yang bilang kalo DWP itu terlalu mengusung budaya yang kebarat-baratan. Acara DWP ini pun berhasil mencapai target 100.000 pengunjung dari target awal yang cuma 90.000 pengunjung. Can’t wait for another Djakarta Warehouse Project!
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Unite in Music, DWP 2017 Went Smoothly and Become a Blast
Source: Suara Pembaruan (quoted from : http://www.beritasatu.com/gaya-hidup/469070-bersatu-dalam-musik-dwp-2017-berjalan-tertib-dan-meriah.html)
Jakarta - Pagelaran musik elektronik terbesar di Ibu Kota, Djakarta Warehouse Project (DWP) 2017, akhir pekan lalu menjadi perbincangan hangat publik belakangan ini. Banyak pihak yang mengatakan bahwa, pagelaran musik ini tidak layak diselenggarakan, karena dengan banyaknya budaya luar yang masuk, hal itu bisa mengikis nilai moral serta budaya penerus bangsa.
Untuk menghindari berbagai kegiatan negatif seperti pesta narkoba ataupun pesta seks, pengawasan pun nyatanya berjalan dengan cukup ketat. Sebelum memasuki area, pengunjung diperiksa terlebih dahulu, dengan beberapa tahapan. Di antaranya, pengecekkan gelang sebagai tiket masuk, membedah isi tas, dan juga pemeriksaan scan tubuh yang kemudian dicek kembali oleh petugas sesuai jenis kelamin.
Tak lupa, aparat keamanan pun turut menjaga pagelaran musik ini dengan ketat, agar bisa berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku. DWP 2017 pun juga lebih ketat dalam aturan penjualan minuman beralkohol. Ada selebaran yang bertuliskan bahwa penyelenggara hanya mengizinkan penjualan minuman beralkohol pada mereka yang mendapat gelang 21 plus.
Selain itu, penjualan minuman beralkohol juga baru boleh dilakukan di atas pukul 21.00 WIB. Ada juga ketentuan yang bertuliskan bahwa panitia berhak menolak menjual minuman beralkohol kepada pengunjung yang dinilai tampak berkelakuan tidak wajar.
Mendengar keluh kesah dan kritik dari berbagai belah pihak, nyatanya DWP pun tak tinggal diam. Tahun ini DWP membuktikan bahwa, tidak hanya menghadirkan disjoki (Dj), rapper, ataupun musisi hip-hop berkelas internasional saja. Tetapi, kebudayaan dan kesenian Indonesia pun turut eksis dalam pagelaran ini.
Ya, selama dua hari berturut-turut, DWP menghadirkan seni tari tradisi Indonesia. Empat penari diturunkan langsung untuk menari mengikuti alunan musik, di atas panggung Garudaland yang megah.
Salah satu penari dari International Council of Organizations of Folklore Festivals and Folk Arts (CIOFF), Raras mengatakan bahwa, pada hari pertama mereka menyambut semua penonton di DWP 2017 bersama Dj asal Bali, Adhe Bechtiar dengan tarian Bubukan dari Jawa Barat. Kemudian pada hari kedua, lagu kreasi tradisi Ginjring Party yang berkolaborasi dengan Andre Dunant pun berhasil membuat pengunjung DWP merasa kagum.
“Kita bangga. Ini pertama kalinya pagelaran musik terbesar seperti DWP mengundang kami untuk mewakili kebinekaan dan juga kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia,” ungkapnya saat ditemui sebelum naik ke panggung utama, Garudaland Stage, Sabtu (16/12).
Apresiasi penonton ternyata cukup besar. Terlebih ketika empat penari ini berlenggak-lenggok dengan lincah di atas panggung berbentuk burung Garuda yang megah itu, walau sebentar. Instalasi panggung utama ini pun dibuat dengan tujuan yang sama. Yaitu, penghormatan bagi Indonesia yang penuh keragaman dan berideologikan Bhinneka Tunggal Ika.
“Ini unik, belum ada yang pernah melakukan seperti ini. Kami pun terkejut dengan hadirnya para penari di tengah acara ini. Kami pun jadi tahu, Indonesia memiliki tarian yang cantik,” kata salah satu pengunjung dari Philipina, Jessica.
Di lain sisi, panggung Elrow tak mau kalah. Dengan konsep festival yang penuh warna, Elrow menghadirkan sosok ikonik dari budaya Betawi, Ondel-Ondel. Di tengah musik yang berdendang, secara diam-diam tiga pasang Ondel-Ondel dan pasukan badut lainnya, memasuki kepadatan lantai dansa. Seperti berada di pesta rakyat, mereka pun ikut menari bersama ratusan penonton lainnya, berdendang selama 45 menit dengan alunan musik elektronik dari Indonesia, Fun On a Weekend (FOAW).
Kemudian di panggung terakhir, Live Etc juga kali pertama menghadirkan penyanyi hip-hop asal Indonesia yang telah mendunia. Remaja berusia 18 tahun ini bernama, Brian Imanuel atau yang dikenal dengan nama panggung Rich Chigga. Siapa sangka? Pesonanya mampu menyedot perhatian pengunjung DWP.
Sebelum penampilan Rich Chigga dimulai, para penonton dihibur terlebih dulu oleh tiga rapper Asia dari 88Rising. Rapper yang juga dikenal sebagai Youtuber, Joji, memulai parade rapper Asia tersebut. Lalu dilanjutkan panampilan grup rapper asal Tiongkok, Higher Brothers. Kemudian, rapper asal Korea Selatan Dongheon Lee alias Keith Ape mengantarkan penonton untuk menyambut kepulangan Rich Chigga, yang sedang mengadakan road tour di negeri Paman Sam.
Satu kalimat yang dikeluarkan Keith Ape kemudian membuat ruangan Live Etc dipenuhi ribuan orang. “Berteriaklah untuk Rich Chigga!,” ungkapnya. Ya, mendengar nama Rich Chigga rupanya banyak sekali orang yang menunggu momen tersebut. Selama penampilannya, ribuan penonton terus bergoyang dan melompat-lompat. Meski sangat sesak, tetapi para penonton sangat menikmati.
Kemeja Batik
Selanjutnya, DJ bernama asli Robbert van de Corput tersebut menjadi penampil pemungkas DWP 2017 di panggung utama pada pukul 02.35 WIB. Yang mengejutkan, Hardwell tampil di atas panggung utama mengenakan batik dan topi hitam. Tentu, hal ini menjadi daya tarik tersendiri, di mana DJ yang pernah dinobatkan sebagai DJ Nomor 1 Dunia versi DJ Mag pada 2013 dan 2014 itu turut mengenalkan pakaian khas Indonesia, di depan lautan penonton dari seluruh penjuru dunia.
Tak berlama-lama, Hardwell langsung membakar kembali semangat pesta para penonton yang baru saja beristirahat usai menyaksikan penampilan Steve Aoki, yang sempat meremix lagu Titanic. Lewat lagu pertamanya, Crazy Frog, Hardwell lansgung membuat para penonton melompat mengikuti dentuman musik EDM ala dirinya. Tanah pun bergetar kencang, seakan ikut berdendang.
Iringan lampu latar Garudaland yang megah dan letusan kembang api yang indah membuat puncak acara ini semakin spektakuler. Tak lupa, banyak pula penonton yang mengibarkan bendera asalnya di saat itu. Keberagaman tercipta sungguh indah. Siapa sangka? Lewat festival electronic dance music (EDM), warga dari berbagai penjuru dunia dapat bersatu padu berbagi cinta dalam pesta musik yang berlangsung begitu meriah dan damai.
Begitupula dengan pengunjung Indonesia. Sangat beragam pengunjung yang datang, tak jarang pula banyak wanita yang mengenakan hijab, dan orangtua dengan menggunakan batik ikut berdendang bersama selama pesta musik. Semua bisa menikmati dengan aman, lancar, dan meriah.
Untuk menghindari berbagai kegiatan negatif seperti pesta narkoba ataupun pesta seks, pengawasan pun nyatanya berjalan dengan cukup ketat. Sebelum memasuki area, pengunjung diperiksa terlebih dahulu, dengan beberapa tahapan. Di antaranya, pengecekkan gelang sebagai tiket masuk, membedah isi tas, dan juga pemeriksaan scan tubuh yang kemudian dicek kembali oleh petugas sesuai jenis kelamin.
Tak lupa, aparat keamanan pun turut menjaga pagelaran musik ini dengan ketat, agar bisa berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku. DWP 2017 pun juga lebih ketat dalam aturan penjualan minuman beralkohol. Ada selebaran yang bertuliskan bahwa penyelenggara hanya mengizinkan penjualan minuman beralkohol pada mereka yang mendapat gelang 21 plus.
Selain itu, penjualan minuman beralkohol juga baru boleh dilakukan di atas pukul 21.00 WIB. Ada juga ketentuan yang bertuliskan bahwa panitia berhak menolak menjual minuman beralkohol kepada pengunjung yang dinilai tampak berkelakuan tidak wajar.
Mendengar keluh kesah dan kritik dari berbagai belah pihak, nyatanya DWP pun tak tinggal diam. Tahun ini DWP membuktikan bahwa, tidak hanya menghadirkan disjoki (Dj), rapper, ataupun musisi hip-hop berkelas internasional saja. Tetapi, kebudayaan dan kesenian Indonesia pun turut eksis dalam pagelaran ini.
Ya, selama dua hari berturut-turut, DWP menghadirkan seni tari tradisi Indonesia. Empat penari diturunkan langsung untuk menari mengikuti alunan musik, di atas panggung Garudaland yang megah.
Salah satu penari dari International Council of Organizations of Folklore Festivals and Folk Arts (CIOFF), Raras mengatakan bahwa, pada hari pertama mereka menyambut semua penonton di DWP 2017 bersama Dj asal Bali, Adhe Bechtiar dengan tarian Bubukan dari Jawa Barat. Kemudian pada hari kedua, lagu kreasi tradisi Ginjring Party yang berkolaborasi dengan Andre Dunant pun berhasil membuat pengunjung DWP merasa kagum.
“Kita bangga. Ini pertama kalinya pagelaran musik terbesar seperti DWP mengundang kami untuk mewakili kebinekaan dan juga kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia,” ungkapnya saat ditemui sebelum naik ke panggung utama, Garudaland Stage, Sabtu (16/12).
Apresiasi penonton ternyata cukup besar. Terlebih ketika empat penari ini berlenggak-lenggok dengan lincah di atas panggung berbentuk burung Garuda yang megah itu, walau sebentar. Instalasi panggung utama ini pun dibuat dengan tujuan yang sama. Yaitu, penghormatan bagi Indonesia yang penuh keragaman dan berideologikan Bhinneka Tunggal Ika.
“Ini unik, belum ada yang pernah melakukan seperti ini. Kami pun terkejut dengan hadirnya para penari di tengah acara ini. Kami pun jadi tahu, Indonesia memiliki tarian yang cantik,” kata salah satu pengunjung dari Philipina, Jessica.
Di lain sisi, panggung Elrow tak mau kalah. Dengan konsep festival yang penuh warna, Elrow menghadirkan sosok ikonik dari budaya Betawi, Ondel-Ondel. Di tengah musik yang berdendang, secara diam-diam tiga pasang Ondel-Ondel dan pasukan badut lainnya, memasuki kepadatan lantai dansa. Seperti berada di pesta rakyat, mereka pun ikut menari bersama ratusan penonton lainnya, berdendang selama 45 menit dengan alunan musik elektronik dari Indonesia, Fun On a Weekend (FOAW).
Kemudian di panggung terakhir, Live Etc juga kali pertama menghadirkan penyanyi hip-hop asal Indonesia yang telah mendunia. Remaja berusia 18 tahun ini bernama, Brian Imanuel atau yang dikenal dengan nama panggung Rich Chigga. Siapa sangka? Pesonanya mampu menyedot perhatian pengunjung DWP.
Sebelum penampilan Rich Chigga dimulai, para penonton dihibur terlebih dulu oleh tiga rapper Asia dari 88Rising. Rapper yang juga dikenal sebagai Youtuber, Joji, memulai parade rapper Asia tersebut. Lalu dilanjutkan panampilan grup rapper asal Tiongkok, Higher Brothers. Kemudian, rapper asal Korea Selatan Dongheon Lee alias Keith Ape mengantarkan penonton untuk menyambut kepulangan Rich Chigga, yang sedang mengadakan road tour di negeri Paman Sam.
Satu kalimat yang dikeluarkan Keith Ape kemudian membuat ruangan Live Etc dipenuhi ribuan orang. “Berteriaklah untuk Rich Chigga!,” ungkapnya. Ya, mendengar nama Rich Chigga rupanya banyak sekali orang yang menunggu momen tersebut. Selama penampilannya, ribuan penonton terus bergoyang dan melompat-lompat. Meski sangat sesak, tetapi para penonton sangat menikmati.
Kemeja Batik
Selanjutnya, DJ bernama asli Robbert van de Corput tersebut menjadi penampil pemungkas DWP 2017 di panggung utama pada pukul 02.35 WIB. Yang mengejutkan, Hardwell tampil di atas panggung utama mengenakan batik dan topi hitam. Tentu, hal ini menjadi daya tarik tersendiri, di mana DJ yang pernah dinobatkan sebagai DJ Nomor 1 Dunia versi DJ Mag pada 2013 dan 2014 itu turut mengenalkan pakaian khas Indonesia, di depan lautan penonton dari seluruh penjuru dunia.
Tak berlama-lama, Hardwell langsung membakar kembali semangat pesta para penonton yang baru saja beristirahat usai menyaksikan penampilan Steve Aoki, yang sempat meremix lagu Titanic. Lewat lagu pertamanya, Crazy Frog, Hardwell lansgung membuat para penonton melompat mengikuti dentuman musik EDM ala dirinya. Tanah pun bergetar kencang, seakan ikut berdendang.
Iringan lampu latar Garudaland yang megah dan letusan kembang api yang indah membuat puncak acara ini semakin spektakuler. Tak lupa, banyak pula penonton yang mengibarkan bendera asalnya di saat itu. Keberagaman tercipta sungguh indah. Siapa sangka? Lewat festival electronic dance music (EDM), warga dari berbagai penjuru dunia dapat bersatu padu berbagi cinta dalam pesta musik yang berlangsung begitu meriah dan damai.
Begitupula dengan pengunjung Indonesia. Sangat beragam pengunjung yang datang, tak jarang pula banyak wanita yang mengenakan hijab, dan orangtua dengan menggunakan batik ikut berdendang bersama selama pesta musik. Semua bisa menikmati dengan aman, lancar, dan meriah.
CIOFF® Indonesia held its National Section Annual Meeting 2017, November 25, 2017, at an Indonesian cuisine restaurant called Jamuan Samudra. There were more than 30 members of CIOFF® Indonesia came to the meeting, some of them are Steering Committee/Board of CIOFF® Indonesia. We discussed a lot about what we did in 2016-2017. Steering Committee prepared a report concerning CIOFF® Indonesia achievements in Public Relations, Marketing, Youth, including an explanation about the new YCC, etc. And while other members present a report of groups who joined CIOFF® Festivals, and also festivals held in Indonesia, such as festival at Surabaya, Tenggarong, and Polewali Mandar.
CIOFF® Indonesia hosted several public workshops on traditional dances of Indonesia at public space called Galeri Indonesia Kaya. These workshops were initiated by CIOFF® Indonesia Youth Section. Not only discussing reports, CIOFF® Indonesia President, Mr. Said Rachmat shared about work plan and future planning. To conclude the meeting, this year’s highlight was HOSTING 47th CIOFF® WORLD CONGRESS & YOUTH MEETING 2017. And to add an additional information, Mr. Said Rachmat was elected to be Asia & Pacific Sector Representative during the Congress. It was a very big event, who came out very successful. We are lucky to have such opportunity.
At the end of the meeting, CIOFF® Indonesia elected CIOFF® Indonesia Public Relations, Marketing, Youth Section, Festival Committee, General Affair, Sector Representative, etc for the period of 2017-2019.
Steering Committee:
– President: Mr. Said Rachmat
– General Secretary: Ms. Ayu Wiranti
– Treasury: Mrs. Ika Shanty
– Public Relations: Ms. Nur Kusuma Ngarasati
– Marketing: Ms. Almira Islamey
– Youth Section: Mrs. Citra Natasya
Dance Workshop
Galeri Indonesia Kaya
Ruang Kreatif Galeri Indonesia Kaya - Zapin Dance
09.22CIOFF Indonesia
A short history of Zapin - The word Zapin originated from Arabic word “Zafn” which means fast feet movements in harmony with the fast rhythm of the music. The word Zapin usually used in North Sumatera and Riau, meanwhile in different region it could mean a different word. Zapin dance is one of traditional Malay folk dance that still exists until now. According to history, Zapin is an entertainment dance for the royals in the palace brought from Hadramaut, Yaman by the Arabic merchants in the early 16th century.
As an entertainment offering dance,
Zapin dance is divided into three parts: Part 1 is the beginning, part 2
is the core of the dance, and part 3 is the closing. Zapin dance
posture has a distinct characteristics, the body have to move like
running waves. Usually, Zapin dance have religious elements like words
of advice and praises to religious greatness.
On 20-24 November 2017, CIOFF Indonesia was back in collaboration with Galeri Indonesia Kaya in their Creative Space Workshop, this time bringing Zapin Dance to the floor. The workshop was attended by up to 20 people combined from the two sessions, with the first session on 4:00 to 6:00 PM, and the second one was on 7:00 to 9:00 PM everyday. After 5 days of workshop session, the participants got the chance to perform on 25 November 2017 as the opening of one of Galeri Indonesia Kaya event.
Through time, the participants decreased up until 7 people to perform because, unfortunately some of the participants weren’t able to attend the performance day. But anyhow, they still managed to learn the dance during the workshop days.
During the workshop, the participants were first socialized with the history and background of the dance giving them an understanding regarding the dance. After that, the basic movements and body posture of the dance were introduced to give them the bigger picture on how they should do the dance. With the basics in mind, they proceed to learn the dance during the workshop.
Although the workshop seems to be short, the participants managed to
memorize all the dance movements and all the details in just 5 days.
With only 2 hours per day practices, they managed to do not only the
dance but also the blocking configurations for the performance. The
participants seemed very eager to learn and up for the challenge.
On the performance day, the participants came in the morning to do all the necessary preparations. They first do blockings on the stage, and then have one last rehearsal on the stage before doing their make-up and costume.
The performance started at 3:00 PM for the opening of one of Galeri
Indonesia Kaya’s event. The performance went smoothly. The participants’
hard work were not in vain, they performed wonderfully and received
great appreciation from the audience.
CIOFF Indonesia
Indonesian Festival
Polewali International Folk and Art Festival (PIFAF) 2017
06.50CIOFF IndonesiaPolewali International Folk and Art Festival was back again for the second time, held on the 1st - 5th of August 2017 with participating CIOFF countries; Slovakia, Malaysia, Thailand, India and South Korea. The Opening Ceremony was held at H.S. Mengga Stadium Sport Center, audienced by West Sulawesi Governor, Ali Baal Masdar and Vice Regent of Polewali Mandar, Andi Ibrahim Masdar. All of the delegates did a parade around the stadium and had a short performance at a certain spot in front of the VIP tribune. One of Polewali Mandar’s tradition, Sayyang Pattu’du (Dancing Horse) was also performed by the host’s team.
The stages during Polewali International Folk and Art Festival were divided into several venues, which are Tinambung District, Bahari Beach, Wonomulyo, and the main stage at H.S. Mengga Stadium Sport Center. One of the highlights was the street performance at Tinambung District, which received great response from the locals as they started clapping and even singing to the performer’s music. Many of the locals were very interested to watch the performances, one source said that it was a very unique experience to be able to see various dances from various countries participating in the festival, and hopefully the festival would be back next year.
All of the delegates were also invited to mangrove tree-planting and releasing baby sea turtles to the sea, at Mampie Beach. The activity was hoped to raise awareness towards preserving the natural habitat of endangered animals, which in this case was sea turtles. The activity then continued with introduction to Polewali Mandar’s traditional game, Magasing. All of the delegates had fun trying to play as they managed to crack laughters between them. Besides all that, the delegates had their taste buds excited by the taste of Polewali Mandar traditional food. Among the served foods were steamed sweet potato, bau toppa peapi (cooked fish), jepa, sambusa, tumis lureh and penja, etc. Most of the delegates were loving the fish and meat dish because of the exotic cooking method.
Taken from radarsulbar.fajar.id, Indonesian Deputy of Tourism Marketing Development, Mrs. Esthy Reko Astuty, PIFAF would be added to National Tourism Calendar. Mrs. Ethy also shared her hopes for PIFAF to be able to level up their game in the future and arrange something unique to attract more tourists as she saw potential in Polewali Mandar. The Governor of West Sulawesi, Mr. Ali Baal Masdar also share his thoughts regarding PIFAF. “Tourism sector is one of the biggest foreign exchange contributor for Indonesia. Hopefully, PIFAF would open up ways to develop tourism industry through investations”, quoted from antaranews.com.
During the festival, the delegates had to do a workshop to share about their culture and tradition between the participating countries and the young generations of Polewali Mandar. The workshop took place at two public high schools, SMAN 3 Polewali Mandar and SMAN 1 Polewali Mandar. The workshops went very well, and was very interactive. The students were getting involved in learning traditional dances and musics of the participating countries. The workshop was hoped to broaden the perspective of the students and all of the participants, and also raised understanding of how diverse the existing traditions are.
On the last day, the festival committee arrange some interesting activities for the delegates before the closing ceremony, such as, releasing of baby sea turtles at Tanjung Buku beach, making traditional Cassava Chips, and also riding Bentor around Polewali Mandar. By the end of the day, the delegates performed their final performances at the main stage marking the closing of the festival.
The closing of Polewali Mandar International Folk and Art Festival 2017 marked the closing of CIOFF Indonesia’s folk festival season. The festival surely left positive impression towards all parties involved. With all the fun, knowledge, culture, and tradition shared, hopefully the delegates would come back to Polewali Mandar, and also that the festival would be back next year with more improvements.
The winner of The Most Popular Festival in 2016, Erau International Folk and Art Festival was back for the 5th time this year. Held from 22nd - 30th of July, the festival consisted of lots of activities, traditional ceremonies, and performances. This year, eight countries took part in the festival, among them were from Chinese Taipei, Bulgaria, India, Slovakia, South Korea, Thailand, Japan, and Poland. And also lots of groups from Indonesia were taking parts, among them were from Gubang, North Sulawesi, Malang, Paguyuban Minang, Paguyuban Bali, Paguyuban South Sulawesi, and also around 93 groups from Kutai Kertanegara.
EIFAF 2017 started with Opening Parade started from Timbau Skatepark
to Kedaton of Kutai Kertanegara and finished at Pancasila Monument,
where every group had to do a short performance. That night, the
Welcoming Dinner was held at Kutai Kertanegara Regent’s Office, welcomed
by the Regent herself, Mrs. Rita Widyasari. The event was attended by a
long-list of special guests, among them were, Special Envoy of
Seychelles for ASEAN, Mr. Nico Barito, ASEAN Secretary-General, Mr. LĂŞ
Lương Minh, and 18 Ambassadors from United States of America, Turkey,
Srilanka, Singapore, Serbia, Panama, Myanmar, Morocco, Libya, South
Korea, Iraq, Egypt, Cuba, Chile, Bosnia and Herzegovina, Austria, and
Afghanistan.
The Opening Ceremony was held at Rondong Demang Tenggarong Stadium. The festival was opened by Mr. Yasonna Hamonangan Laoly, Ph.D, the Minister of Law and Human Rights of Indonesia. The ceremony consisted of introductions and performances by each group. During EIFAF 2017, the stages were divided into several venues; Timbau Basketball Court, Aji Imbut Sport Center Expo Area, and Kumala Island.
There were many traditional ceremony done during EIFAF. Surely, for our
foreign delegates, it was a very interesting experience for them to see.
They also participate in some of the traditional ceremony, some of them
were Bepelas and Beseprah Ceremony. Bepelas Ceremony, meant to worship
the Sultan’s spirit and body from head to toe, so that the Sultan gain
strength in performing duties and customs. The Bepelas Ceremony was done
in the Kedaton of Kutai Kertanegara. Beseprah Ceremony, in Bahasa Kutai
means eating together while sitting cross-legged on a mat, held at
Timur Monument Street up until Mulawarman. All of the participants began
the ceremony as breakfast, and the food was served on a very long mat
to accommodate all of the participants and committees.
All the delegates participated in Green Tenggarong
Ceremony, held at Kumala Island, where they planted trees as part of an
effort to lower Indonesia’s gas emission. Other than that, the delegates
were also introduced to Dayak’s traditional Games called Menyumpit and
also Dagongan. Menyumpit has similar concept as darts but you have to
blow the sumpit to reach the target instead of throwing it. Meanwhile,
Dagongan is a game with a long bamboo tree as the instrument and played
like tug of war but, instead of pulling, the players have to push to
their opponents. The winners for the traditional games got prizes and
both of the winning and losing sides had one thing in common which was
shared fun and happiness.
The Closing Ceremony of the festival was filled with performances from
the delegates. Then, the ceremony was topped off with Jepen dance
flashmob performed by all of the delegates and all committees involved.
It was such a wonderful evening, and a way to close the wonderful Erau
International Folk and Art Festival 2017. Hope to be back again soon
next year!